Selasa, 23 Desember 2014

Menyikapi Perayaan Natal

Menyikapi Perayaan Natal oleh Syaikh Utsaimin

Pertanyaan: Apa hukumnya mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan hari besar 
keagamaan mereka? Dan bagaimana kita menyikapi mereka jika mereka mengucapkan selamat Natal
 kepada kita. Dan apakah dibolehkan pergi ke tempat-tempat dimana mereka merayakannya.
 Dan apakah seorang Muslim berdosa jika ia melakukan perbuatan tersebut tanpa maksud apapun?
 Akan tetapi ia melakukannya hanya karena menampakkan sikap tenggang rasa, atau karena malu
 atau karena terjepit dalam situasi yang canggung, ataupun karena alasan lainnya. Dan apakah 
dibolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?
Jawaban: Mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan
 lainnya dilarang menurut ijma’. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam
 bukunya ”Ahkamu Ahlidz-dzimmah”, beliau berkata: Bahwa mengucapkan selamat terhadap
 syi’ar-syi’ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah Haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan
 selamat kepada mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata,
 “Selamat hari raya”, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya atau hal lainnya. 
Maka dalam hal ini, jika orang yang mengatakannya terlepas dari jatuh ke dalam kekafiran,
 namun (sikap yang seperti itu) termasuk ke dalam hal-hal yang diharamkan. Ibarat dia mengucapkan
 selamat atas sujudnya mereka pada salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya merek
a dosanya lebih besar di sisi Alloh dan jauh lebih dibenci daripada memberi selamat kepada mereka 
karena meminum alkohol dan membunuh seseorang, berzina dan perkara-perkara yang sejenisnya. 
Dan banyak orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perkara ini. Dan ia tidak mengetahui
 keburukan perbuatannya. Maka siapa yang memberi selamat kepada seseorang yang melakukan 
perbuatan dosa, atau bid’ah, atau kekafiran, berarti ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan 
ALLAH. –Akhir dari perkataan Syaikh (Ibnul Qoyyim rahimahullah)–
(Syaikh Utsaimin melanjutkan)
Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana
 perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka,
 dan menunjukkan ridho dengannya. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridho dengan
 kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhoi syi’ar atau perayaan
 mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH ta’ala
 tidak meridhoi hal tersebut, sebagaimana ALLAH ta’ala berfirman, “ Jika Kamu kafir maka
 sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu, dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagi hamba-Nya; 
dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhoi bagimu rasa syukurmu itu.” (QS 39:7). 
Dan Dia subhanahu wa ta’ala berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
 dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu.” 
(QS 5:3). Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah
 terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. 
Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita
 dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhoi 
ALLAH, karena hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka
, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad
 shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diutus dengannya untuk semua makhluk. ALLAH berfirman 
tentang Islam “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan 
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS 3:85). 
Dan bagi seorang Muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya hukumnya
 haram. Karena hal ini lebih buruk daripada hanya sekedar memberi selamat kepada mereka, 
dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi 
seorang Muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan 
mengadakan pesta, atau bertukar hadiah, atau membagi-bagikan permen atau makanan, atau
 libur dari bekerja, atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
 “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”. Syaikhul-Islam 
Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidho’ Shirothol Mustaqiim, “Menyerupai atau meniru-niru
 mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebatilan
 yang ada pada mereka bias jadi hal itu sangat menguntungkan mereka guna memanfaatkan 
kesempatan untuk menghina/merendahkan orang-orang yang berfikiran lemah”. –Akhir dari 
perkataan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
(Dikutip dari terjemahan oleh Ust. Abu Hamzah Yusuf Bandung, 24 Desember 2004 dari 
http://www.sahab.net/sahab/showthread.php?s=35fa99f9d789184f931aaa011cacb771&threadid=316084)

Jumat, 28 November 2014

Allah Dimana mana ?


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman)

Keyakinan yang Benar, Sebuah Anugerah yang Besar
Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia dalam kesucian fitrah. Pemahaman
 tentang hakikat hidup yang beragam telah mengotori kesucian itu sehingga ternoda. 
Ada yang kemudian menjadi kafir dan ingkar kepada Allah Subhanahu wa ta’ala:  
Majusi, musyrik, Yahudi, dan Nasrani; dan ada pula yang menjadi seseorang yang fasik, 
ahli bid’ah, dan sebagainya. Semua ini sangat tergantung dengan hidayah dari Sang Khaliq, Allah Subhanahu wa ta’ala.  Akhirnya, yang beriman sangat sedikit dibanding dengan yang kafir 
dan ingkar. Yang berada dalam kesucian akidah sangatlah jarang dibanding dengan yang
telah ternoda.
Pertanyaannya, masih luruskah fitrah kita? Atau masih adakah kecenderungan pada sebuah penyimpangan, kemaksiatan, kesesatan, kebatilan, kerusakan, bahkan kekafiran?

Meninggalkan Keyakinan yang Benar adalah Perangkap Iblis
Tidak henti-hentinya iblis dan bala tentaranya merongrong keyakinan orang-orang yang
 beriman, karena dalam pandangan iblis dan bala tentaranya, keyakinan yang benar akan 
bisa meluruskan segumpal daging yang ada dalam jasad setiap insan sebagai muara kebaikan 
dan kejahatan. Apabila segumpal daging tersebut telah tersibghah (tercelup) oleh keyakina
n yang benar, otomatis peluang untuk merusak dan mengotorinya kecil bahkan nihil.
Dalam kitab Talbis Iblis disebutkan tentang tipu daya Iblis untuk menyesatkan umat RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam dari keyakinan yang benar menuju keyakinan yang 
batil.Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya iblis masuk kepada manusia 
sesuai dengan kadar kesempatan. Peluangnya menguasai manusia berubah-ubah, tergantung pada kesiagaan, kelalaian, kejahilan, dan pengetahuan mereka.
Perlu diketahui, hati itu bagaikan sebuah benteng yang dikelilingi pagar. Pagar itu memiliki pintu-pintu dan terdapat lubang. Penghuninya adalah akal. Malaikat mondar-mandir pada 
benteng tersebut.
Di sampingnya ada tempat tinggal hawa nafsu, sementara itu setan lalu lalang padanya tanpa
 ada yang menghalanginya. Kemudian peperangan bergejolak antara yang tinggal di benteng dengan yang tinggal di tempat hawa nafsu. Setan senantiasa mengitari benteng tersebut untuk mencari kelalaian penjaganya sehingga bisa masuk melalui sebagian lubang.
Si penjaga harus mengetahui semua pintu pagar yang telah dipasrahkan kepadanya untuk 
dijaga dan harus mengetahui semua lubang pula. Penjaga tersebut tidak boleh dihinggapi rasa bosan karena musuh tidak pernah merasa bosan.”
Seseorang berkata kepada Hasan al-Bashri rahimahullah, “Apakah iblis itu tidur?”
Beliau berkata, “Kalau iblis itu tidur, niscaya kita akan bisa istirahat.”
Ibnu Jauzi rahimahullah berkata, “Pengikat yang paling kuat bagi setan untuk menjerat
 tawanannya adalah kejahilan. Setelahnya adalah hawa nafsu. Adapun ikatan yang paling l
emah adalah kelalaian. Selama baju besi seseorang adalah iman, maka panah musuh yang mengenainya tidak akan membunuhnya.” (al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis, hlm. 61—62 )

Ketinggian Dzat Allah Subhanahu wa ta’ala Diperdebatkan
Itulah kesesatan. Ia akan menyebabkan seseorang berani berbicara meskipun salah atau 
batil. Bahkan, ia menjadikan seseorang berani mendebat kebenaran, mempertanyakan, dan meragukannya. Tersebarnya segala kesesatan, kebid’ahan, kesyirikan, dan kekufuran, tidak
 lepas dari buah lisan tanpa ilmu, yang lahir dari pemikiran sesat.
Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitab I’lam Muwaqqi’in (1/38) berkata, “Sungguh, Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan seseorang berkata tanpa dasar ilmu, baik
 dalam hal berfatwa maupun menghukumi. Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikannya 
sebagai salah satu keharaman yang terbesar, bahkan meletakkannya pada peringkat tertinggi.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
Katakanlah, ‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun 
yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
 (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan 
hujah untuknya, dan (mengharamkan) berbicara tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.’ (al-A’raf: 33)
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa ta’ala membagi dosa menjadi empat tahapan. AllahSubhanahu wa ta’ala memulai dari dosa yang lebih ringan, yaitu perbuatan keji. 
Setelahnya, AllahSubhanahu wa ta’ala menyebutkan yang paling tinggi tingkat
 keharamannya, yaitu perbuatan dosa dan kezaliman. Peringkat ketiga lebih besar tingkat 
dosanya daripada kedua hal sebelumnya, yaitu syirik kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala menutup ayat ini dengan menyebutkan hal keempat 
yang lebih keras tingkat keharamannya, yaitu berbicara tanpa ilmu. Hal ini mencakup 
berbicara tanpa ilmu pada nama-nama Allah Subhanahu wa ta’ala,  sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, agama, dan syariat-Nya.”
Beliau rahimahullah juga berkata, “Tidak ada jenis keharaman di sisi Allah Subhanahu wa ta’alayang lebih besar dan lebih keras dosanya daripada berbicara tanpa dasar ilmu. Bahkan, hal ini adalah pangkal kesyirikan dan kekufuran. Di atasnya dibangun kebid’ahan dan berbagai kesesatan.
Oleh karena itu, pangkal segala kebid’ahan yang menyesatkan di dalam agama adalah
 berbicara tanpa dasar ilmu.
Berdasarkan hal inilah, para pendahulu yang saleh dan para imam sangat keras 
mengingkarinya. Mereka menyeru di mana-mana untuk memperingatkan manusia darinya
 dengan peringatan yang keras.
Kerasnya pengingkaran mereka terhadap hal tersebut tidak seperti yang mereka lakukan
 dalam hal mengingkari perbuatan keji, kezaliman, dan permusuhan; karena kebid’ahan 
sangat berbahaya, menghancurkan agama, dan lebih dahsyat dalam memadamkan
cahayanya.”

Syubhat-Syubhat dan Bantahannya
1. Allah Subhanahu wa ta’ala ada di mana-mana
Keyakinan ini adalah BATIL. Untuk menguatkan keyakinan yang menyelisihi sekian banyak 
dalil ini, mereka memperkuatnya dengan apa yang dianggap sebagai dalil-dalil di dalam
 al-Qur’an, di antaranya:
“Dia (Allah) bersama kalian di mana saja kalian berada.” (al-Hadid: 4)
“Dia bersama mereka di mana pun mereka berada.” (al-Mujadalah: 7)
Jawab: Ayat di atas dianggap dalil dan landasan oleh mereka untuk membangun keyakinan 
yang salah itu. Padahal, konteks kalimatnya sedikit pun tidak menunjukkan makna bahwa AllahSubhanahu wa ta’ala menyatu dengan makhluk-Nya di mana saja mereka berada. 
Tidak pula mengarah ke makna demikian dari sisi mana pun.
Dalam bahasa Arab, bahasa yang al-Qur’an diturunkan dengannya, ma’iyah (kebersamaan)
 tidak menunjukkan selalu bersatu/berkumpul dalam sebuah tempat. Kata tersebut
 menunjukkan kebersamaan yang bersifat mutlak yang ditafsirkan sesuai dengan konteks 
kalimat.
Syaikhul Islam Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, bulan yang terletak di atas 
langit dan termasuk makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang paling kecil, dia bersama
 orang yang sedang musafir dan bersama orang yang tidak musafir. Hal ini menunjukkan 
bahwa kebersamaan tidak selalu bermakna bergabung, menyatu, dan bercampur dalam 
sebuah tempat. Memaknakan ayat di atas dengan maksud Allah Subhanahu wa ta’ala  
berada di mana-mana adalah batil dari banyak sisi.
a. Hal ini menyelisihi ijma’ salafus saleh umat ini. Tidak ada seorang pun dari mereka yang menafsirkannya dengan makna demikian. Yang ada, mereka sepakat menentang dan
 mengingkarinya.
b. Menafsirkannya dengan makna Allah Subhanahu wa ta’ala di mana-mana berarti 
menyelisihi sifat ketinggian Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an
 dan as-Sunnah, akal, fitrah, dan ijma’ salafus saleh umat ini.
c. Sikap ini akan melahirkan perkara-perkara batil yang tidak pantas bagi Allah Subhanahu 
wa ta’ala.
Lalu, apa yang dimaksud oleh ayat tersebut?
Makna yang benar tentang ayat di atas adalah Allah Subhanahu wa ta’ala bersama hamba-hamba-Nya. Artinya, Dia Subhanahu wa ta’ala meliputi mereka dengan ilmu-Nya, 
kekuasaan-Nya, pendengaran, penglihatan, pengaturan, kekuatan, dan makna-makna 
rububiyah lainnya. AllahSubhanahu wa ta’ala senantiasa di atas ‘Arsy-Nya, di atas semua 
makhluk. Inilah makna konteks kedua ayat di atas tanpa ada keraguan.
Dalam kitab Mukhtashar al-‘Uluw (hlm. 75) ada sebuah riwayat dari ar-Ramadi, 
“Aku bertanya kepada Nu’aim bin Hammad tentang firman Allah Subhanahu wa ta’ala,  ‘Dia bersama kalian?’
Dia menjawab, ‘Maknanya adalah tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari ilmu Allah  
Subhanahu wa ta’ala.  Tidakkah engkau membaca firman-Nya:
“Tiadalah tiga orang sedang berbicara melainkan Allah Subhanahu wa ta’ala adalah
 keempatnya.”(al-Mujadilah: 7) (Lihat Majmu’ Fatawa, 5/103 dan al-Qawaidul Mutsla, hlm. 59)
Di antara ayat yang mereka anggap sebagai hujah adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Dan Dialah yang di langit sebagai Ilah (sesembahan) dan di bumi sebagai Ilah (sesembahan). Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (az-Zukhruf: 84)
Menurut mereka, ayat ini bermakna Allah Subhanahu wa ta’ala di langit dan Allah Subhanahu wa ta’ala di bumi.
Jawabnya, ayat ini sedikit pun tidak menunjukkan kepada keyakinan mereka bahwa AllahSubhanahu wa ta’ala berada di mana-mana. Justru ayat ini menjelaskan besarnya hak AllahSubhanahu wa ta’ala sebagai satu-satunya Dzat yang disembah. Maknanya adalah 
Dialah sesembahan segala makhluk yang ada di langit dan sesembahan seluruh penduduk
 bumi.
2. Mereka melakukan penakwilan terhadap ayat yang menunjukkan Allah Subhanahu wa ta’alaberada di atas.
Di antaranya firman Allah Subhanahu wa ta’ala: 
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, yang naik di atas ‘Arsy.” (Thaha: 5)
Mereka menakwilkan kata اِسْتَوَى (naik, tinggi) dengan اِسْتَوْلَى (berkuasa) sebagaimana mereka melakukan penakwilan terhadap kata lain yang menyebutkan sifat Allah Subhanahu wa ta’ala,  
baik dalam al-Qur’an maupun hadits.
Mereka menguatkan hujahnya dengan sebuah syair:
قَدِ اسْتَوَى بِشْرٌ عَلَى الْعِرَاقِ
مِنْ غَيْرِ سَيْفٍ وَدَمٍ مِهْرَاقِ
Sungguh Bisyr telah istiwa (berkuasa) atas Irak
tanpa perang dan pertumpahan darah
Mereka memaknai اِسْتَوَى di sini dengan “menguasai:. Kata mereka, bait ini berasal dari 
seorang Arab yang fasih, sehingga tidak mungkin maknanya ‘Bisyr naik/tinggi di Irak’. 
Terlebih di masa itu belum ada pesawat terbang yang membuatnya berada di atas Irak.
Jawab: Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala beristiwa’
 (tinggi) di atas ‘Arsy-Nya. Istiwa’ ini sesuai dengan keagungan dan kemuliaan Allah  
Subhanahu wa ta’ala,  tidak sama dengan istiwa’ makhluk-Nya. Kata اسْتَوَى disebutkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala pada tujuh tempat di dalam al-Qur’an.
Memaknakan اسْتَوَى (naik, tinggi) dengan اسْتَوْلَى (berkuasa) adalah batil dari banyak sisi yaitu:
1. Menyelisihi penafsiran salaf umat ini yang berijma’ atas penafsiran tersebut.
Bukti ijma’ mereka adalah tidak ada penukilan dari salah seorang mereka bahwa اسْتَوَى 
berarti اسْتَوْلَى.
2. Menyelisihi konteks nash karena lafadz اسْتَوَى apabila digandengkan dengan huruf ‘ala 
bermakna di atas dan menetap. Inilah makna lahiriah lafadznya dan yang diinginkan di dalam al-Qur’an dan oleh bahasa Arab.
3. Apabila kita memaknakan اسْتَوَى dengan اسْتَوْلَى, akan muncul konsekuensi yang batil di dalamnya, Mahasuci Allah.
Di antaranya adalah:
• Allah Yang Mahasuci dari praduga ahli kebatilan, saat menciptakan langit dan bumi tidak 
dalam kondisi berkuasa atas ‘Arsy-Nya, setelah itu baru Dia Subhanahu wa ta’ala berkuasa.
• Penggunaan kalimat اسْتَوْلَى (berkuasa) mayoritasnya terjadi setelah ada perebutan
 kekuasaan. Padahal tidak ada seorang makhluk pun yang setara dengan Allah Subhanahu 
wa ta’ala apalagi mengalahkannya.
• Kalau benar makna اسْتَوَى adalah اسْتَوْلَى, dan ini batil, boleh juga kita mengatakan Allah 
 Subhanahu wa ta’ala اسْتَوَى di atas bumi, pohon-pohon, dan gunung-gunung, karena Allah Subhanahu wa ta’alaberkuasa atas semuanya. Tentu saja makna ini batil.  
(Lihat Syarah al-Aqidah al-Wasithiyah, Ibnu Utsaimin, hlm. 319 dan Fathu Rabbil Bariyyah bi Talkhis al-Hamawiyyah, hlm. 39)
3. Jika kalian, wahai Ahlus Sunnah, mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala berada 
di langit, berarti kalian telah menjadikan Allah Subhanahu wa ta’ala diliputi oleh langit,
 padahal tidak ada sesuatu pun dari makhluk-Nya yang meliputi Allah Subhanahu wa ta’ala.
Jawab: Syubhat ini jawabannya dari dua sisi.
a. Kata السَّمَاء dalam bahasa Arab artinya ‘sesuatu yang di atas, baik langit maupun yang lain’. Dengan demikian, segala apa yang di atas kita adalah sama’, sehingga makna ayat, ‘apakah
 kalian merasa aman dengan Dzat yang ada di langit’, maksudnya ‘yang berada di atas.’
b. Kata فِي di dalam bahasa Arab memiliki fungsi dan makna yang bermacam-macam sesuai dengan konteksnya. Adapun kata فِي di sini bermakna عَلَى (di atas) sehingga makna فِي السَّمَاء, 
artinya di atas langit, bukan di dalam langit.
Kata فِي bermakna عَلَى dalam beberapa ayat al-Qur’an,
“Sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma.” (Thaha: 71)
Tidak mungkin penyaliban itu terjadi di dalam pangkal kurma, tetapi di atasnya.
Demikian juga ayat:
“Maka berjalanlah di penjurunya.” (al-Mulk: 15)
Tidak mungkin perintah tersebut bermakna ‘kita diperintah untuk berjalan di dalam bumi’, 
tetapi di atasnya. (Lihat Tuhfatu Murid Syarah al-Qaulul Mufid, hlm. 6—7)
Sumber : asysyariah.com

Selasa, 25 November 2014

Bolehkah Seorang MUSLIM Memakan Makana Dari Perayaan AHLUL KITAB DAN ORANG MUSYRIK





Pertanyaan:
“ Bolehkah seorang muslim memakan makanan dari perayaan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani)
 atau dari/perayaan orang musyrik di hari raya mereka atau menerima pemberian yang berhubungan
dengan hari raya mereka? ”
______
Jawaban :
“Tidak boleh seorang muslim memakan makanan yang dibuat oleh orang Yahudi dan Nashrani
 atau orang musyrik yang berhubungan dengan hari raya mereka. Begitu pula seorang muslim
tidak boleh menerima hadiah yang berhubungan dengan perayaan tersebut.Karena jika kita
 menerima pemberian yang berhubungan dengan hari raya mereka, itu
termasuk bentuk memuliakan dan menolong dalam menyebarluaskan syi’ar agama
 mereka. Hal itu pun termasuk mempromosikan ajaran mereka yang mengada-ada dan turut
 gembira dalam perayaan mereka. Seperti itu pun dapat dianggap menjadikan perayaan
mereka menjadi perayaan kaum muslimin.
Boleh jadi awalnya mereka ingin mengundang kita, namun diganti dengan yang lebih ringan
yaitu dengan memberi makanan atau hadiah saat mereka berhari raya. Ini termasuk
musibah dan ajaran agama yang mengada-ada. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻰ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻓِﻴﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan amalan baru yang bukan ajaran dari kami, maka amalannya
tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana pula tidak boleh bagi seorang muslim memberi hadiah kepada non muslim yang
 berhubungan dengan perayaan mereka.
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al’Ilmiyyah wal Ifta
- Ketua : Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
-Wakil Ketua : Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi
-Anggota : Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud
Sumber: Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ pertanyaan kedua dari
fatwa no. 2882, juz 22, hal. 398 – 399.

Rabu, 11 Juni 2014

Hukum ilmu Kebatinan dan Perdukunan



Tanya :
Assalamu’alaikum Wr.Wb Saya ingin bertanya adakah ilmu-ilmu kebatinan seperti ilmu perdukunan, susuk, kebal, Khadam, lipat bumi (terbang, berjalan atas air dan sebagainya ) dan Wifiq adalah sesat dan dilarang di dalam islam ? Saya belum belajar ilmu ini tetapi berminat untuk mengkajinya. Saya sebagai seorang Islam amat takut berbuat perkara yang menyesatkan di dalam islam. Saya berlindung kepada Allah daripada ilmu yang menyesatkan . Harap tuan dapat bagi jawabannya?
Jawab :
Akhi fillah, Wa’alaikum Salâm Warahmatullâhi Wa barokâtuh Dalam Al-Quran Allah Ta’ala menegaskan bahwa syaithan adalah musuh kita yang paling nyata (QS.al-Isra’ : 53), karenanya kita harus memposisikannya sebagai musuh besar yang harus dimusnahkan dan dikalahkan agar kita selalu waspada setiap saat, sebab dia juga bergerak seperti peredaran aliran darah dalam tubuh manusia (hadits). Dalam memperdaya manusia, banyak jeratan-jeratan yang dilakukan olehnya dengan cara membuat jeratan-jeratan tersebut menarik dan indah (QS.6:43, 8:48, 27:24,29:38) termasuk hal-hal yang anda sebutkan tersebut yang kebanyakan seakan-akan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an atau hadits padahal sangat jauh dari keduanya. Semua jenis-jenis yang anda sebutkan tersebut adalah dilarang oleh agama dan menyesatkan.
1.Mengenai perdukunan atau tukang ramal, mendatangi paranormal, dst… Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “ Barangsiapa mendatangi tukang ramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara dan dia mempercayainya, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari “. (HR. Muslim). Hadits yang lain menyatakan bahwa Rasulullah bersabda : “Barangsiapa mendatangi seorang dukun dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir (ingkar) terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam “. (HR.Abu Daud), dan banyak lagi hadits-hadits yang lain. Dalam hal ini bukan dukun beranak karena meskipun disebut dukun pada dasarnya dia adalah yang disebut dengan tabib/tabibah sehingga tidak termasuk kategori dukun yang terdapat di dalam hadits tersebut bila dalam praktiknya terhindar dari hal-hal yang berbau syirik.
2. Adapun susuk, tujuan utamanya hanyalah untuk menipu penglihatan orang agar terlihat cantik, menarik, awet muda atau lainnya sedangkan perbuatan menipu apapun bentuknya sangat dilarang oleh agama, belum lagi mantra-mantra (jampi-jampi) ataupun persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi tersebut semuanya tidak pernah diajarkan oleh agama/syara’ dan masuk kategori sihir yang merupakan dosa besar.
3. Sedangkan yang lainnya seperti ilmu kebal, khadam… dst semata-mata dimaksudkan oleh pencarinya untuk pamer dan menunjukkan kepada orang bahwa dirinya hebat, disamping tujuan melindungi diri… tetapi semuanya dilakukan dengan sarana dan syarat-syarat tertentu yang menyimpang dari ajaran agama (syirik), padahal Allah berfirman : “
Katakanlah (Muhammad kepada kaum musyrikin) : terangkanlah kepadaku tentang apa-apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah menghendaki untuk menimpakan suatu bahaya kepadaku, apakah mereka mampu menghilangkan bahaya itu. Atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku, apakah mereka mampu menahan rahmatNya ?. Katakanlah : cukuplah Allah bagiku, hanya kepadaNyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri“. (QS. Az-Zumar : 38).
Secara logika/akal Rasulullah Shlallallahu ‘alaihi Wasallam bisa saja melakukan hal itu tatkala beliau dilempari batu oleh orang-orang Thaif, begitu juga ketika perang uhud tentunya beliau tidak sampai patah giginya, realitanya tidak demikian. Oleh karena itu niat anda tersebut harus dihilangkan dan dibatalkan apalagi anda telah menyatakan takut melakukan perbuatan yang menyesatkan di dalam Islam, maka ini adalah tindakan yang positif dan seharusnya demikian dalam segala hal.
Perlu anda ketahui, bahwa dalam sebuah hadits dikatakan bahwa bila seseorang berniat untuk berbuat baik lalu dia jadi melakukannya maka dia mendapatkan pahala sepuluh kebaikan, apabila dia berniat juga namun dia tak dapat melakukannya, maka dia akan mendapatkan pahala satu kebaikan, sedangkan bila dia berniat melakukan suatu perbuatan buruk lalu melakukannya maka dia akan mendapatkan balasan satu kejahatan, bila berniat untuk itu pula namun dia tidak jadi melakukannya maka dia akan mendapatkan pahala satu kebaikan. Maukah anda mendapatkan pahala itu?. Bukankah agama kita ini sangat adil?. Mengenai khadam anda bisa baca surat al-Jinn ayat 6 dan 13.
Sebagai penutup, renungkanlah penuturan seorang sahabat,’Imran bin Hushain bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya : “Apakah ini? orang itu menjawab : penangkal sakit. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam pun bersabda: “ Lepaskan itu, karena ia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”. Semoga jawaban ini bermanfa’at dan kita semua terhindar dari semua perbuatan yang dapat menjerumuskan kita ke dalam kesyirikan. Wallahu a’lam. Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.

http://www.alsofwa.com/9452/70-konsultasi-hukum-ilmu-ilmu-kebatinan-dan-perdukunan.html

Ilmu Tenaga Dalam Dalam Pesrpektif Islam

Al Ustadz DR. Muhammad Nur Ihsan
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Alloh ‘Azza wa jalla yang telah menyempurnakan Islam dan meridhoi­nya sebagai agama yang benar. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Rosul yang diutus dengan membawa petunjuk (ilmu yang bermanfaat) dan agama yang haq (amal sholeh). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalah dengan sem­purna, menunaikan amanah dan berjihad di jalan Alloh Ta’ala sampai beliau wariskan kepada umatnya jalan yang lurus lagi terang bagaikan matahari di siang hari. Tidaklah keluar dari jalan tersebut kecuali orang yang sesat dan celaka. Amma ba’du.
Akhir-akhir ini tumbuh subur berbagai kelom­pok yang mengajarkan ilmu tenaga dalam. Ko­non sang guru memiliki teknik membangkitkan atau mengembangkan tenaga ghaib dalam tubuh manusia. Masyarakat berbeda dalam menilai dan menghukuminya sesuai dengan latar belakang pemahaman dan pendidikan mereka. Sebenarnya bagaimana pandangan Islam tentang keilmuan tersebut dan hukum mempelajarinya?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas terlebih dahulu diperjelas maksud ilmu tenaga dalam dan rahasia-rahasia yang terdapat di dalamnya.
DEFINISI TENAGA DALAM
Dari berbagai referensi bisa disimpulkan bahwa yang mereka maksud dengan ilmu tenaga dalam adalah ilmu yang mempelajari cara membangkit­kan kekuatan/tenaga dalam (inner power) dengan cara-cara tertentu, antara lain : teknik pernafasan yang disertai dengan jurus-jurus tertentu dan de­ngan cara meditasi (tafakur).[1]
Dan dari persaksian sebagian mantan praktisi tenaga dalam yang telah meninggalkan keilmuan tersebut dan kembali kepada sunnah menjelaskan bahwa dalam keilmuan tenaga dalam dan ilmu metafisika terdapat bermacam pokok kesesatan dan kesyirikan, antara lain :
Dengan belajar tenaga dalam (ilmu metafisika) seorang bisa “menjadi sakti” dengan menyalur­kan energinya ke bagian tubuh tertentu.
Dengan kekuatan fungsi jurus bisa mengalahkan musuh dari jarak jauh.
Ketika latihan aplikasi jurus tenaga dalam, se­orang murid diharuskan bisa emosi/marah dalam latihan menyerang.
Pada keilmuan tenaga dalam, diajarkan menjadi dukun/paranormal. Di antara bentuk perdukun­an yang terdapat dalam keilmuan ini adalah teknik membuat seseorang jatuh cinta, ilmu san­tet (membuat orang sakit), teknik penyembuhan, mendeteksi barang hilang, teknik mengetahui masa lalu dan masa depan dan teknik mengeta­hui isi hati orang lain.
Pada keilmuan tenaga dalam ada teknik “mengi­si” benda hidup atau benda mati untuk berbagai macam keperluan.
Pada keilmuan tenaga dalam ada teknik pem­bentengan benda hidup/mati dari bahaya.
Pada keilmuan tenaga dalam ada teknik mengu­sir jin pengganggu.
Inilah beberapa kesesatan dan penyimpangan yang terdapat dalam keilmuan tenaga dalam dan ilmu metafisika.[2]
PANDANGAN ISLAM TENTANG TENAGA DALAM
Sebelum menjelaskan pandangan Islam tentang ilmu ini, ketahuilah bahwa Islam adalah agama yang sempurna dalam seluruh aspek, baik dari sisi keilmuan dan peribadatan.
Alloh Ta’ala berfirman: “Pada hari ini (hari arofah tahun 9 H) telah Aku sem­purnakan bagimu agamamu dan telah Aku lengkapi nikmat-Ku atasmu dan Aku meridhoi Islam sebagai agamamu.” (QS. al-Maidah [5]: 3).
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Alloh Ta’ala dengan membawa ilmu yang bermanfaat dan amal sholih, sebagai­mana firman Alloh Ta’ala:
“Dia (Alloh) yang mengutus Rosul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar.” (QS. at­-Taubah [9]: 33, al-Fath [48]: 28, dan ash-Shof [61]: 9)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Petunjuk ada­lah apa yang dibawa oleh beliau berupa berita-berita yang benar, keimanan yang benar dan ilmu yang bermanfaat. Maksud agama yang benar ialah amal-amal sholih yang benar lagi bermanfaat di du­nia dan akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir : 2/425, cet. Dar al-Fikr).
Jadi dalam Islam telah terdapat penjelasan tentang ilmu yang bermanfaat yang membawa sese­orang kepada keridhoan Alloh Ta’ala dan mewujudkan ketentraman batin dan ketenangan jiwa serta kese­lamatan dunia dan akhirat. Juga penjelasan tentang ilmu yang tidak bermanfaat yang akan mencelaka­kan manusia dan larangan dari mempelajarinya.
Adapun ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah serta dipahami sesuai dengan pemahaman salafus sholih generasi terbaik umat ini.
Itulah hakekat ilmu yang bermanfaat yang se­harusnya seorang muslim bersungguh-sungguh mempelajari dan memahaminya. Adapun seluruh keilmuan yang bertentangan dengan seluruh prin­sip di atas maka ia adalah ilmu yang tidak berman­faat dan dilarang untuk mempelajarinya. Sebab akan merusak dan menimbulkan dampak negatif bagi penuntutnya dan orang lain, seperti ilmu sihir, ilmu hitam, ilmu kebatinan dll.
Adapun pandangan Islam tentang ilmu tenaga dalam dan yang semisalnya, bisa disimpulkan se­cara global dan secara terperinci.
KRITIKAN SECARA GLOBAL TERHADAP ILMU TENAGA DALAM
Pertama : Ilmu tenaga dalam dan sejenisnya adalah ilmu yang bid’ah dan tidak ada landasan dari al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan kepada para sahabatnya. Padahal saat itu dibutuhkan kekuatan untuk berdakwah. Begitu pula pada masa pemerintahan Khulafaur Rosyidin yang penuh dengan aktivitas jihad.
Mereka tidak pernah mengajarkan keilmuan tersebut kepada para pasukan perang. Seandainya ilmu tenaga dalam dan sejenisnya adalah ilmu yang bermanfaat untuk pertahanan jiwa dan meroboh­kan musuh dari jarak jauh, tentu telah diajarkan oleh Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat dan di­wariskan oleh para sahabat kepada generasi sesu­dahnya. Akan tetapi hal itu sama sekali tidak per­nah terjadi, dengan demikian jelaslah kebatilan dan kesesatan ilmu tersebut.
Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam agama ini yang tidak ada (landasan) darinya maka ia bertolak.” Dalam riwayat lain : “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada landasannya dari perintah kami maka ia bertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Kedua : Ilmu ini berasal dari luar Islam. Tenaga dalam atau krachtologi tersusun dari kata krachtos yang berarti tenaga dan logos yang berarti ilmu. Ia sudah dikenal oleh orang-orang Mesir Kuno pada 4000 SM. Dari Mesir, krachtologi berkembang ke Babylon, Yunani, Romawi dan Persia.
Di Persia tenaga semacam ini dinamakan Dacht. Dalam Dahtayana disebutkan bahwa pada suku Bukht dan Persia, terkenal ilmu perang dinamakan dahtuz, yaitu merobohkan musuh dari jarak jauh.
Para bangsawan Persia dilatih sejenis senam yang dilakukan lewat tengah malam agar mereka mempunyai tenaga Daht itu. Kemudian keilmuan tersebut terus dikembangkan sehingga menjadi suatu konsep untuk membangkitkan tenaga dalam dengan teknik pernafasan yang disertai dengan ju­rus-jurus tertentu.[3]
Hal ini memperkuat pernyataan di atas, bahwa ilmu ini adalah ilmu yang bid’ah dan tidak ber­manfaat dalam agama Islam. Seandainya keilmuan tersebut dibolehkan tentu Alloh Ta’ala akan menjelaskan kepada Rosul-Nya hakikat dan manfaatnya. Apalagi keilmuan tersebut sudah dikenal orang-orang Mesir kuno ribuan tahun sebelum masehi dan sebelum pengutusan Rosul ‘alaihis salam
Dengan demikian kita tahu bahwa kebatilan dan kebohongan telah dilakukan sebagian pergu­ruan tenaga dalam di tanah air dengan menamakan perguruan mereka dengan nama-nama yang islami seperti : Bunga Islam, al-Barokah, al-Ikhlas, Hik­matul Iman, PIH Silahul Mukmin, dll. Ini adalah penipuan yang nyata, sebab tidak pernah dalam sejarah bahwa perguruan-perguruan tersebut menjadi bunga bagi Islam, menambah keberkahan dan mewujudkan keikhlasan serta keimanan yang benar bagi penuntutnya. Bahkan fakta membukti­kan bahwa seluruh perguruan tenaga dalam meru­pakan sarana dan fasilitas untuk menebarkan ke­sesatan, kesyirikan, sihir, mistik.
Ketiga : Dalam ilmu tenaga dalam terdapat po­kok kesesatan dan kesyirikan yang sangat banyak, sebagaimana yang telah disebutkan di atas secara global.
Keempat : Di antara dampak negatif ilmu tenaga dalam adalah hilangnya rasa tawakal para penun­tutnya kepada Alloh Ta’ala. Sebab mereka merasa telah memiliki kekebalan dan kekuatan luar biasa yang bisa merobohkan musuh dari jarak jauh, sehingga ia merasa tidak butuh pertolongan siapa pun.
Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu hanya terjadi dengan izin Alloh, maka ia bertawakkal kepada Alloh Ta’ala dan meminta pertolongan kepa­da-Nya untuk mendapatkan kebaikan dan kese­lamatan serta menolak segala bentuk kejahatan dan malapetaka.
Kelima: Di antara kaidah yang digunakan un­tuk membangkitkan tenaga dalam adalah meditasi yaitu tafakur atau semedi. Ini adalah metode yang bid’ah yang tidak ada landasanya dari al-Qur’an dan Sunnah. Bahkan meditasi adalah komponen dari banyak agama, dan telah dipraktekkan sejak ja­man dahulu yang dikenal dalam bahasa Sansekerta dengan (dhyana). Meditasi dalam salah satu aliran­ Budha Mahayana dikenal dengan istilah (zen). Ak­tivitas ini merupakan usaha antara yang membawa kesadaran menuju samadi.[4]
Intinya adalah aktivitas perenungan yang ber­usaha untuk menyatukan jiwa dengan Tuhan yang dikenal dalam dunia Tasawuf dengan istilah (Itti­haad) yakni Alloh Ta’ala bersatu dengan makhluk. Maha suci Alloh dari keyakinan yang kufur ini. Ti­dak diragukan lagi bahwa konsep dan ajaran yang seperti ini bertentangan dengan aqidah islamiyah.
Itulah sumber pengambilan meditasi yang diajarkan oleh perguruan ilmu tenaga dalam yang berkembang dewasa ini. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif bagi penuntutnya yang berujung kepada kebatilan, kesyirikan dan praktek kesesatan yang mistik.
Adapun meditasi atau tafakur yang disyariatkan adalah tafakur tentang makhluk ciptaan Alloh yang merupakan tanda-tanda kebesaran Alloh Ta’ala dan keagungan-Nya. Hal ini akan memotivasi seorang untuk mengagungkan Alloh Ta’ala dan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh agama.
Tafakur seperti ini merupakan salah satu faktor utama untuk menambah keimanan kepada Alloh Ta’ala begitu juga tafakur yang memotivasi seseorang untuk selalu introspeksi diri dan kembali kepada Alloh dengan kerendahan diri dan penuh pengagungan kepada yang Maha Kuasa.
Keenam : Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa orang – orang yang bergabung dalam perguruan tenaga dalam adalah orang – orang yang jauh dari pemahaman yang benar terhadap hakikat Islam dan tauhid. Jika ilmu tenaga dalam itu adalah ilmu yang bermanfaat tentu orang – orang yang berpegang teguh dengan al-Quran dan loyal kepada Sunnah adalah        orang-orang yang akan berada dibarisan terdepan dalam mempelajarinya. Sebab agama memerintahkan kita untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat.
KRITIKAN SECARA MENDETAIL TERHADAP ILMU TENAGA DALAM
Pertama : Belajar ilmu tenaga dalam membuat seorang bisa menjadi sakti.
Teknik menjadi kebal yang diajarkan di perguruan tenaga dalam adalah kesesatan dan bid’ah yang tidak pernah diajarkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pernah diamalkan generasi terbaik umat ini.
Kalau ilmu kekebalan adalah ilmu yang benar dan diperbolehkan tentu Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang terlebih dahulu mempelajari dan menggunakannya dalam peperangan. Namun Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terluka dalam perang Uhud dan banyak para sahabat yang gugur syahid dalam pertempuran tersebut.
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa kekebalan bukanlah suatu kebaikan dan kemuliaan, akan tetapi merupakan suatu kebatilan yang tidak terlepas dari peran setan dalam menyesatkan para walinya.
Oleh karena itu telah dinukil dalam sebuah riwayat mengenai ilmu kebal yang dimiliki al-­Harits ad-Dimasyqi yang muncul di Syam pada masa pemerintahan ‘Abdul Malik bin Marwan, lalu mengaku dirinya sebagai nabi. Setan-setan telah me­lepaskan rantai-rantai yang melilit di kedua kaki­nya, membuat tubuhnya menjadi kebal terhadap senjata tajam, menjadikan batu marmer bertasbih saat disentuh tangannya, dan ia melihat sekelompok orang berjalan kaki dan menunggang kuda terbang di udara seraya berkata ia adalah malaikat padahal jin.
Ketika kaum muslimin telah berhasil menang­kap al-Harits ad-Dimasygi untuk dibunuh, sese­orang menikamkan tombak ke tubuhnya, namun tidak mempan (punya ilmu kebal). Maka ‘Abdul Malik bin Marwan berkata kepada orang yang menikamnya itu : “Itu adalah karena engkau tidak menyebut Nama Alloh Ta’ala ketika menikamnya.” Maka ia pun mencoba lagi menikamnya dengan terlebih dahulu membaca bismillah dan ternyata tewaslah ia seketika. (Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam, 11/285)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengomen­tari riwayat di atas : “Beginilah perihal orang orang disertai setan. Setan-setan tersebut akan mening­galkan mereka apabila dibacakan di sisi mereka apa yang mengusirnya seperti ayat kursi.”
Kedua : Mengalahkan musuh dari jarak jauh.
Sekiranya teknik yang seperti ini bermanfaat dan dibenarkan tentu akan dilakukan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam menghadapi mu­suh dalam peperangan dan jihad di jalan Alloh Ta’ala
Ketiga: Latihan aplikasi jurus tenaga dalam, seorang murid diharuskan bisa emosi/marah.
Seorang muslim juga dituntut meninggalkan segala akhlak keji dan tercela, seperti membenci, dendam, emosi/marah, dll.
Berbeda halnya dengan ajaran perguruan tena­ga dalam, seseorang diajari bisa emosi dan marah. Hal ini tentu bertentangan dengan petunjuk nabi yang mewasiatkan seorang untuk tetap sabar dan tidak marah. Sebab emosi merupakan kunci dan sumber kejahatan, sebagaimana sabda Rosu­lulloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya seorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berilah aku wasiat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Engkau jangan marah.” Beliau mengulangi beberapa kali : “Jangan engkau marah.” (HR. Bukhori, no.6116).
Imam Ibnu Rojab rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa sesungguhnya emosi/marah adalah sumber segala kejahatan dan menahan diri darinya adalah sumber segala kebaikkan.” (Jaami’ Ulum wal Hikam, 1/362).
Di dalam hadits lain dijelaskan bahwa marah atau emosi bersumber dari setan, sebagaimana sab­da Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya marah atau emosi adalah (bersumber) dari setan, dan sesungguhnya setan diciptakan dari api, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air, maka apabila salah seorang kamu marah maka berwudhulah.”
Dan dalam hadits yang lain dijelaskan bahwa : “Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh manusia sebagaimana aliran darah.” (HR. Bukhori)
Kemungkinan inilah rahasianya, kenapa per­guruan tenaga dalam mengajarkan bagaimana se­orang bisa emosi atau marah tatkala menyerang lawan, sebab ajaran perguruan tersebut adalah hasil dari bisikan setan. Dan dengan sifat marah setan dengan cepat akan bisa menguasai seseorang, karena ia mengalir dalam tubuh manusia bagaikan aliran darah. Dengan demikian ia akan bisa mem­pengaruhi lawan dan menguasainya berkat bantu­an khodamnya (setan).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan para praktisi tenaga dalam bahwa jurus akan berfungsi penuh dan sempurna jika lawan dalam keadaan emosi. Jadi bukanlah karena energi tenaga dalam musuh yang dalam keadaan emosi dapat ditaklukkan de­ngan fungsi jurus-jurus tertentu, tetapi khodam jurus itulah yang langsung merasuk ke dalam tu­buh lawannya yang dalam keadaan emosi menuju otaknya hingga lawannya bisa kita permainkan de­ngan fungsi jurus tenaga dalam/ilmu metafisika.”[5]
Keempat : Perguruan ilmu tenaga dalam mengajaran seseorang menjadi dukun / paranormal
Hal ini dapat dilihat dari praktiknya, di anta­ranya mereka menjadikan seseorang jatuh cinta, membuat orang sakit (santet), penyembuhan dari penyakit dengan jurus-jurus tertentu, meramal barang hilang atau makhluk halus, meramal masa lalu dan masa depan dan meramal isi hati orang.
Semua praktik di atas dilarang oleh syari’at Islam, karena ilmu tenaga dalam adalah ajaran setan yang berusaha menggiring manusia keluar dari agama sehingga terjerumus ke dalam dosa. Akibat akhir perbuatan tersebut tidak keluar dari dua alternatif : kekufuran atau melakukan dosa besar.
Membuat seorang jatuh cinta
Sihir jenis ini dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-’athfu yaitu membuat seseorang cinta kepada orang lain. Dalam istilah lain disebut de­ngan at-tiwalah yaitu sesuatu yang dibuat untuk membuat istri cinta kepada suaminya atau seba­liknya. (Lihat Fathul Majid, hlm. 123)
Ini adalah perbuatan syirik, sebagaimana sab­da Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Sesungguhnya ruqyah (dengan mantera dukun), ji­mat dan tiwalah (sihir mahabbah/pelet) adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Daud)
Tiwalah dihukumi sebagai syirik karena di­gunakan untuk mendatangkan kebaikan dan menolak kejahatan dengan selain Alloh Ta’ala. (Lihat Fathul Majid, hlm. 124)
Maka apa yang diajarkan dalam ilmu tenaga dalam dengan cara-cara tertentu untuk menjadi­kan seseorang jatuh cinta atau menyukai terma­suk salah satu jenis sihir mahabbah yakni al ‘athf dan tiwalah sebagaimana yang dimaksud dalam hadits di atas.
Ilmu santet (membuat orang sakit)
Hal ini ada dalam dunia ilmu tenaga dalam dan ilmu metafisika dengan cara dan bentuk yang bermacam-macam. Cara ini diketahui oleh orang yang bergabung dalam perguruan ilmu tersebut. Terlepas dari cara dan media yang digunakan, tetaplah perbuatan tersebut terlarang karena bertujuan menyakiti orang lain dan tergolong ke dalam sihir yang diharamkan oleh agama.
Imron bin Hushain berkata : “Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Bukan termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda Benda, burung dan lain-lain), orang yang meramal atau yang meminta diramalkan, orang yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang is katakan, maka sesungguh­nya is telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan ke­pada Muhammad‘ (HR. ath-Thobaroni dalam al­-Ausath, al-Mundziri berkata: Sanad ath-Thobaroni hasan. Diriwayatkan juga oleh al-Bazzaar, dengan sanadjayyid)
Sihir tidaklah akan terlaksana kecuali dengan bantuan setan dan menghambakan diri kepada- nya serta melakukan hal-hal yang diharamkan oleh agama.
Penyembuhan dari berbagai penyakit fisik, psikis & ghoib
Pada ilmu tenaga dalam diajarkan teknik pe­nyembuhan dari berbagai penyakit dengan meng­gunakan fungsi jurus-jurus tertentu. Dan tidak diragukan bahwa teknik seperti ini adalah cara yang bid’ah yang bertentangan dengan syari’at, khususnya dalam penyembuhan penyakit psikis dan yang ghoib.
Agama memerintahkan kita untuk berobat de­ngan pengobatan yang disyari’atkan dan bersih dari unsur-unsur kesyirikan serta segala hal yang diharamkan, sebab Alloh Ta’ala tidak menjadikan ke­sembuhan umat ini dari hal-hal yang haram.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda :
“Wahai hamba Alloh, berobatlah, maka sesungguhnya Alloh tidaklah menurunkan penyakit kecuali menu­runkan bersamanya penyembuahan (obat), kecuali satu penyakit, mereka bertanya: apa itu ? Beliau menjawab : yaitu kepikunan.” (HR. Ahmad).
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Tidaklah Alloh menurunkan penyakit kecuali menu­runkan bersamanya penyembuhan (obat).”
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang berobat dengan yang haram, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu ad-Dardaa’, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Berobatlah, dan janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud dengan sanad Hasan, 3874)
Alloh Ta’ala telah menurunkan obat yang sangat mujarab untuk seluruh penyakit, baik fisik atau psikis, yaitu al-Qur’an. Akan tetapi banyak kaum muslimin tidak bisa menggunakan dan meman­faatkannya secara baik dengan disertai keyakinan yang benar. Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan Kami telah menurunkan al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rohmat bagi orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang yang dholim selain kerugian.” (QS. al-Isro’[171]:82)
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Robbmu dan penyembuh bagi penyakit-­penyakit (yang berada) dalam dada (hati) dan petunjuk serta rahmat bagi orang orang yang beriman. ” (QS. Yunus [io]: 57)
Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata : “Al-Qur’an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati (psikis), fisik dan penyakit­-penyakit (yang ada) di dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang ahli (bisa) dan diberi taufiq untuk bisa menggunakannya sebagai penyembu­han. Dan apabila orang yang sakit bisa melakukan pengobatan dengan baik dengan   al-Qur’an dan meletakkannya pada penyakit dengan (penuh) ke­jujuran dan keimanan, penerimaan yang sempur­na, keyakinan yang putus dan melengkapi syarat­-syaratnya, maka tidak satupun penyakit yang akan bisa melawannya selama-lamanya.
Dan bagaimana mungkin penyakit akan bisa melawan perkataan Robb (yang menciptakan) bumi dan langit yang seandainya kalau ia ditu­runkan kepada gunung-gunung tentu akan han­cur atau (diturunkan) kepada bumi tentu akan terpotong-potong. Tidak satupun dari penyakit hati (psikis) dan fisik kecuali di dalam al-Qur’an terdapat jalan (cara) untuk menemukan obat dan penyebabnya dan (cara) untuk (melakukan) pre­ventif darinya, (tentu) bagi orang yang diberi  pemahaman oleh Alloh Ta’ala tentang kitab-Nya…. Adapun (resep) penyembuhan (penyakit) hati (psikis) maka al-Qur’an telah menyebutkannya secara rinci dan menyebutkan (juga) sebab-sebab penyakit dan (cara) mengobatinya. Alloh Ta’ala berfir­man :
“Apakah tidak cukup (bagi) mereka bahwa sesungguh­nya Kami telah menurunkan kepadamu  al-Qur’an yang dibacakan kepada mereka.” (QS. al-Ankabut [291: 51)
Maka barangsiapa yang tidak bisa disembuhkan oleh al-Qur'an maka Alloh Ta’ala tidak akan meny­embuhkannya dan barangsiapa yang tidak cukup baginya al-Qur'an maka Alloh Ta’ala tidak akan mem­berikan kecukupan baginya.” (Zadul Ma'ad, 4/322)
Penulis mengajak kita membaca dan mere­nungi perkataan Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah , di atas.
Semoga hal itu memotivasi kita untuk membaca al-Qur'an, merenungi dan memahaminya, agar ia menjadi lampu penerang kehidupan dan obat pe­nyembuh segala penyakit jiwa (psikis) dan fisik.
Sangat disayangkan, mayoritas kaum mus­limin sekarang ini berpaling dari al-Quran, tidak membaca dan merenunginya. Mereka juga me­ninggalkan Sunnah. Akhirnya setan membisik­kan kepada mereka agar mencari alternatif selain al-Qur'an untuk mengatasi problematika kehidu­pan dan penyembuhan penyakit yang mereka ra­sakan. Caranya adalah dengan melakukan terapi­-terapi perdukunan dan teknik-teknik ilmu tenaga dalam, yang membuat mereka terperangkap ke dalam jaringan setan yang selalu berusaha meng­giring manusia kepada kesesatan dan kesyirikan, baik disadari atau tidak. Na'uzubillah min zalik.
Meramal barang hilang atau makhluk halus.
Cara ini biasanya dilakukan oleh praktisi ilmu tenaga dalam dengan melatih indranya menjadi peka atau dengan membuat tangannya menjadi sensitif hingga bisa 'meradar' lokasi barang yang hilang atau makluk halus.[6]
Tidak diragukan bahwa cara mendeteksi ba­rang hilang seperti ini tidak ada beda secara subtansi dengan cara perdukunan (kahanah) dan peramal (‘arrofah). Sebab termasuk mengaku me­ngetahui benda yang hilang. Sekalipun para prak­tis ilmu tenaga dalam mengingkari hal itu.
Praktek perdukunan dan ramalan telah dilarang oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan larangan yang keras, sebagaimana dalam sabdanya :
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan menanyakan tentang sesuatu lalu membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya 4o hari. “ (HR. Muslim dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi dukun (peramal) dan membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh ia telah ingkar (kufur) dengan apa yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .” (HR. Abu Dawud)
Jika ancaman orang yang mendatangi tukang ramal dan membenarkan perkataanya adalah ti­dak diterima sholatnya empat puluh hari dan kufur dengan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lan­tas bagaimana dengan orang yang mempelajari dan mengajarkannya kepada orang lain ? Tentu ancaman dan dosanya lebih besar.
Ilmu tenaga dalam mempelajari teknik mengetahui masa lalu dan masa depan.
Tidak ada yang dapat mengetahui perkara ghoib yang telah lalu atau yang akan datang ke­cuali Alloh Ta’ala , sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah, tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghoib kecuali Alloh.” ( QS. an-Naml [271:65)
Banyak sekali ayat yang menjelaskan bahwa mengetahui perkara ghoib merupakan kekhu­susan Alloh Ta’ala Bahkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan Alloh Ta’ala tidak mengetahui perkara ghoib kecuali sesuatu yang diwahyukan kepadanya. Se­andainya ia mengetahui yang ghoib tentu akan mengetahui rahasia takdir yang akan terjadi dan beliau tentu akan mengantisipasinya. Alloh Ta'ala :
“Katakanlah : ‘Aku tidak berkuasa menarik keman­faatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kema­dhorotan kecuali yang dikehendaki Alloh. Dan seki­ranya aku mengetahui perkara yang ghoib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa kejahatan dan aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS. al-A'rof [71:188)
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kunci perkara ghoib itu ada lima, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya melainkan Alloh Ta’ala Tidak ada yang mengetahui (takdir) apa yang di dalam kan­dungan selain Alloh Ta’ala, tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Alloh Ta’ala tidak ada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) kapan hujan akan turun kecuali Alloh Ta’ala dan tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati selain Alloh Ta’ala dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari ki­amat kecuali Alloh Ta’ala" (HR. Bukhori)
Jadi tidak diragukan lagi kebohongan para praktisi dan penuntut ilmu tenaga dalam yang mengatakan bahwa mereka dengan teknik medi­tasi dan memakai ilmu clairvoyance bisa mengeta­hui masa depan dan masa lalu, hal itu tiada lain kecuali bisikan setan dan kesesatannya.
Pada Ilmu tenaga dalam diajarkan teknik mengetahui isi hati orang lain.
Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu bentuk perdukunan dan sihir yang diharam­kan agama, sebab isi hati orang lain merupakan perkara ghoib yang tidak seorang pun mengetahuinya kecuali Alloh Ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan hati." (QS. Ghofir [401:19)
“Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui yang tersem­bunyi di langit dan di bumi, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (QS. Fathir [35]:34)
Dalam sebuah hadits tentang Ibnu Shayyad seorang paranormal yang diisukan sebagai Dajjal dan bisa mengetahui perkara yang tersembunyi dan isi hati seseorang, sebagaimana yang diri­wayatkan oleh Abdulloh bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata kepadanya :
“Saya sembunyikan sesuatu untukmu.” Ia men­jawab: “Dukh.” (potongan dari kata dukhan yaitu asap) Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Pergilah dengan hina, kamu tidak akan melampaui kemampuanmu.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Akan tetapi Ibnu Shayyad tidak bisa menebak apa yang disembunyikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali hanya kata (dukh) sebagaimana kebiasaan paranormal yang mendapatkan bisikan dari setan.
Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk dan mencelanya. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang berusaha mengetahui perkara yang tersembunyi dan isi hati seseorang, tiada lain kecuali para pem­bohong yang mengikuti para Dajjal dan setan.
KELIMA :
TENAGA DALAM MENGAJARKAN TEKNIK MENGISI BENDA HIDUP ATAU BENDA MATI UNTUK BERBAGAI KEPERLUAN
Ini adalah tradisi jahiliyah yang tidak lepas dari sihir. Ini adalah salah satu bentuk praktek kesyirikan yang mengurangi atau bahkan mem­batalkan tauhid seseorang. Tujuan pengisian tersebut adalah untuk dijadikan jimat, pengasih­an, penjagaan, kewibawaan, dll. Praktek seperti ini dihukumi oleh Islam sebagai perbuatan syirik sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa menggantungkan jimat ia telah berbuat syirik.” (HR. Imam Ahmad, al-Hakim dan Abu Ya’la)
Jika benda mati atau makhluk hidup yang telah diisi dijadikan sebagai jimat dengan keyakinan bahwa ia adalah penyebab mendatangkan kebaik­an dan menolak madhorot, maka ini adalah syirik kecil yang merupakan dosa besar. Namun, bila pelakunya menyakini bahwa benda tersebut de­ngan sendirinya mampu mendatangkan kebaikan dan menolak madhorot, maka ini adalah syirik be­sar yang mengeluarkan seseorang dari Islam.
Sebagian guru tenaga dalam ‘mengisi’ murid­nya dengan ‘energi’nya dan ilmu-ilmu yang lain, maka ia telah membuat muridnya sebagai “jimat hidup”. Hal ini akan berdampak buruk bagi murid sebab ia akan selalu bergantung kepada diri­nya dan lupa kepada pertolongan Alloh Ta’ala dan
Hilang atau menipis rasa tawakkalnya kepada Yang Maha Kuasa. Hal ini karena ia telah merasa memiliki jimat yang akan menyelamatkannya dari segala bahaya dan kejahatan. Ini adalah keyakinan yang syirik. Alloh Ta’ala tidak akan menyempurnakan hidup orang yang seperti ini, hidupnya tidak akan tentram dan aman sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa menggantungkan (memakai) jimat maka Alloh tidak akan menyempurnakannya (yakni tidak akan menjauhkannya dari musibah) dan barangsiapa menggantungkan tumbal (sejenis jimat untuk menen­teramkan perasaan) Allah tidak akan membiarkannya hidup tenteram.” (HR. Imam Ahmad)
Maksud ia hanya akan mendapatkan apa yang bertentangan dengan keinginan dan tujuannya.
KEENAM :
PADA ILMU TENAGA DALAM TERDAPAT TEKNIK PEMBENTENGAN BENDA HIDUP ATAU MATI DARI SEGALA BAHAYA, DAN TEKNIK UNTUK MENGUSIR JIN
Tidak diragukan lagi, teknik ini bertentangan dengan cara yang disyari’atkan untuk menjaga diri segala kejahatan dan mengusir jin. Teknik yang diajarkan di ilmu tenaga dalam adalah salah satu bentuk praktek perdukunan dan sihir yang diharamkan agama.
Seorang mukmin meyakini bahwa tidak se­orang pun yang bisa memadhorotkannya kecuali apa yang telah ditakdirkan Alloh Ta’ala akan menim­panya. Sehingga ia selalu meminta perlindungan dari Alloh Ta’ala dan bertawakal kepada-Nya. Sebab Dia-lah Dzat yang bisa menyelamatkannya dari bermacam bahaya. Inilah konsekuensi dari tauhid dan keimanan yang tertanam di hatinya.
Oleh karena itu ia cukup membaca dzikir­-dzikir yang disyari’atkan untuk menghadapi bahaya untuk mengusir jin. Seperti do’a yang ajar­kan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini :
“Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengu­capkan : A’uudzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq’ (aku berlindung dengan kalimat­-kalimat Alloh yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaan-Nya), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia  pergi dari tempat itu” (HR. Muslim)
Sedangkan untuk mengusir jin cukup baginya dengan membaca dzikir pagi sore terutama ayat Kursi, sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shohih yang diriwayatkan oleh Abu Hu­roiroh radhiyallahu ‘anhu bahwa setan mengajarkan do ‘a berikut :
“Apabila kamu hendak tidur bacalah ayat kursi, Alloh senantiasa akan menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Ia telah jujur (berkata) kepadamu, sedang ia adalah pem­bohong (besar) itu adalah setan.” (HR. Bukhori)
Demikianlah cara syar’i dalam membentengi diri dari segala bahaya dan untuk mengusir jin. Adapun teknik yang diajarkan dalam perguruan ilmu tenaga dalam adalah cara bid’ah yang diharamkan oleh agama. Landasan ilmu tenaga dalam tiada lain adalah dibisikkan setan kepada para walinya.
Demikianlah sebagian kesesatan dan kesyirik­an yang terdapat dalam ilmu tenaga dalam dan sejenisnya. Dari pemaparan di atas kita bisa me­mahami betapa besar peranan setan dalam me­nyesatkan manusia dari jalan yang benar. Juga dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu tenaga dalam adalah haram karena tidak ber­manfaat di dunia dan di akhirat, bahkan ia merupakan cara setan dalam menjerumuskan manusia kepada pelbagai kesesatan dan kesyirikan yang bisa membuat seseorang keluar dari agama Islam.
Mudah-mudahan kajian yang sederhana ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Penu­lis berdo’a semoga Alloh Ta’ala senantiasa menun­juki kita kepada kebenaran dan memberi kita kekuatan untuk mengikuti dan mengamalkan­nya. Semoga Alloh ‘Azza wa jalla memperlihatkan kepada kita kebatilan sebagai batil dan diberi kekuatan untuk meninggalkannya. Amiin. []
[Disalin dari Majalah Al FURQON, Edisi 10. No: 102  dan Edisi 11. No: 103, tahun ke-9 1431-H/2010-M, untuk dipublikasikankembali di ibnuabbaskendari.wordpress.com]
Catatan Kaki:
[1] Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_dalam
[2] Lihat http://metafisis.wordpress.com/2009/11/22/penyimpangan-dan-kesesatan-keilmuan-tenaga-dalam
[3] Lihat : http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_tenaga_dalam
[4] Lihat : http://id.wikipedia.org/wiki/meditasi dan (http://id.wikipedia.org/wiki/Zen
[5] Lihat : http://metafisika.wordpress.com/2009/11/22/penyimpangan-dan-kesesatan-keimuan-tenaga-dalam/
[6] Lihat : http://metafisis.wordpress.com/2009/11/22/penyimpangan-dan-kesesatan-keilmuan-tenaga-dalam/)

http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2010/06/18/ilmu-tenaga-dalam-dalam-perspektif-islam/